Senin, 02 September 2013

WETON DAN SEMEDI



PUASA WETON/HARI KELAHIRAN

PUASA WETON
Dalam bahasa Jawa “Weton” berasal dari kata dasar
“Wetu” yang bermakna “keluar” atau lahir. Kemudian
mendapat akhiran –an yang membentuknya menjadi
kata benda. Yang disebut dengan weton adalah
gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan
kedunia.
Misalnya Senin Pon, Rabu Wage, Jumat Legi
atau lainnya. Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon adalah
nama-nama pasaran.
pengertian Puasa Weton adalah puasa yang
dilakukan pada hari kelahiran berdasarkan
perhitungan kalender Jawa yang berputar selama 35
hari. Artinya diperingati setiap 35 hari sekali. Berbeda
dengan acara ulang tahun yang diperingati setahun
Jadi
sekali.
Amalan Puasa Weton merupakan ajaran mulia dari
para leluhur, guna menghayati dan menghargai
kelahirannya diri kita ke alam dunia ini. Falsafah
sederhana puasa weton ini adalah hari lahir
merupakan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Jadi
pada hari tersebut, kembali kita mengingat kasih
Tuhan yang begitu besar dalam hidup kita. Dengan
harapan, agar kita ingat bahwa lahirnya manusia
dimuka bumi ini membawa kodrat. Kalau dalam istilah
Quran,
diturunkannya manusia dimuka bumi ini
adalah sebagai khalifah / pemimpin (Al-Baqarah: 30).
Layaknya sebagai seorang khalifah adalah membawa
berkah dan rahmat bagi alam semesta. Bukan
untuk merusak apalagi membinasakan alam atau
sesama manusia.
Setiap diri yang selalu ingat kepada kodratnya ini
maka akan menjadi pribadi-pribadi yang mulia,
bijaksana dan penuh kasih sayang kepada sesama
dan seluruh alam. Maka kehidupannya akan
senantiasa dalam lindungan dan penjagaan Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Amalan puasa Weton memang tidak ada tuntunan
langsung dari Rasulullah. Sebab ini adalah salah satu
cara para leluhur Jawa berpuasa. Tidak ada hubungan
dengan aliran agama tertentu. Jadi boleh diamalkan
oleh semua orang, apapun agama dan keyakinannya.
Walaupun demikian sesungguhnya amalan ini tersirat
dari perilaku puasa Rasulullah Muhammad SAW. Anda
bisa simak hadist tentang puasa Sunah Senin-Kamis.
Seperti hadist berikut ini.
Nabi ditanya tentang puasa hari Senin lalu beliau
menjawab, “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan,
dan hari dimana aku diutuskan sebagai Nabi, atau
dimana diturunkannya wahyu pertama padaku”. (HR.
Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i, sanadnya shahih).
Dari Hadist tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam Islam boleh hukumnya mengkhususkan ibadah
pada hari tertentu yang dianggap memiliki arti
istimewa (baik). Juga diperbolehkan memperingati
hari lahir dengan berpuasa. Atau beribadah sunnat
lainnya karena ittiba’ (mengikuti) kepada Nabi SAW
saat hari kelahirannya. Dan ini tidak termasuk
kategory bid’ah yang dilarang seperti yang sering
dituduhkan segelintir golongan umat Islam yang
mengaku-aku pengikut sunnah.
Dalam kaitannya dengan weton, orang Jawa memiliki
tradisi yang disebut “selapanan”, yaitu memperingati
weton kelahiran, yang berputar selama 35 hari itu
Ritual Weton
dengan melakukan lelaku prihatin. Misalnya dengan
lelaku berpuasa “ngapit”, mutih, melek (tidak tidur)
dan menyediakan sesaji sebagai bentuk rasa syukur
kepada Tuhan YME.
Yang dimaksud dengan Puasa Ngapit adalah berpuasa
3 hari, yaitu pada hari weton, ditambah 1 hari sebelum
dan sehari
sesudahnya. Ada pula yang cukup dengan
ritual Mutih, yaitu selama beberapa hari hanya makan
nasi putih dan air putih tawar saja tanpa puasa, jadi
boleh makan-minum kapan saja. Ada juga lelaku
puasa 3 hari sebelum hari weton, 5 hari sebelum
weton dan berbagai jenis cara puasa lainnya.
Adapula ritual melek (tidak tidur) selama 24 jam yang
dimulai dari saat Matahari terbenam saat masuk hari
wetonnya. Dan diakhiri ketika matahari terbenam
dihari wetonnya. Sambil menghidangkan sesaji
berupa variasi 4 warna bubur dan sesaji lainnya yang
memiliki arti simbolik yang luhur.
Dan masih ada berbagai macam jenis tatacara ritual
lainnya yang berkembang di masyarakat dalam
rangka memperingati Weton Kelahiran ini. Walaupun
tatacara berbeda-beda tetapi intinya sama yaitu
sebagai bentuk lelaku prihatin (riyadhoh). Acara ini
sangat jauh berbeda dengan acara ulang tahun jaman
sekarang,
yang cenderung bernuansa hura-hura
bahkan suka cita yang berlebihan dan mengumbar
perbuatan asusila.
Adanya perbedaan amalan-amalan lelaku dalam
memperingati weton tidak perlu diperdebatkan. Sebab
tatacara
lelaku dan amalan sangat bergantung
dengan kondisi diri dan adat yang berkembang di
masyarakat.
Bagi mereka yang tinggal di desa nan asri masih
banyak berbagai macam pepohonan hijau dan sungai
yang bersih, dalam memperingati weton akan
membuat berbagai macam sesaji berupa lauk-pauk
hasil dari sawah ladangnya. Seperti nasi golong, daun
jati, ikan teri, dan lain sebagainya. Tentu saja mereka
tidak merasa kesulitan untuk mendapatkan semua
bahan-bahan sesaji tersebut. Tetapi bagi masyakarat
kota, yang tinggal di wilayah yang dikelilingi gedung-
gedung beton, jarang ada pepohonan, sungai-sungai
yang mengalir pun telah tercemar limbah, tiada lagi
ikan yang hidup. Akan kesulitan bila untuk
memperingati weton sebagaimana tradisi di
pedesaan, setiap 35 hari sekali harus menyediakan
berbagai macam sesaji dari alam. Maka biasanya
tatacara memperingati weton ini setiap kaum adat
masyakarat bisa berbeda-beda.
Begitu pula dengan tata amalan Puasa. Bagi mereka
yang kehidupannya sudah dilonggarkan dari urusan
duniawi akan lebih ringan dalam menjalankan puasa
berhari-hari atau ritual tidak tidur semalam suntuk.
Namun bagi mereka yang setiap hari masih harus
bekerja keras untuk menghidupi keluarga, anak-istri,
akan sangat susah untuk melakukan puasa berhari-
hari semacam itu. Sementara ia harus dituntut
produktifitas kerja yang tinggi bila tidak ingin dipecat
dan kehilangan pekerjaan atau mata pencahariannya.
Maka amalan puasa weton pun bervariasi,
disesuaikan dengan kondisi diri sang pengamalnya.
Yang penting tidak meninggalkan makna yang
sebenarnya dari ritual weton.
Di kalangan masyarakat muslim dan pesantren, puasa
weton ini biasanya dilakukan lebih dari 1 hari, ini
untuk memberi solusi bagi mereka yang wetonnya
jatuh pada hari-hari yang dilarang berpuasa di hari-
hari tertentu seperti hari Jumat tanpa disertai puasa
hari yang lain (Al Hadist). Dan itu sah-sah saja. Tidak
ada sesepuh yang melarangnya. Selama suatu tradisi
membawa manfaat baik, memang harus dilestarikan.
Dari penghayatan dan pengamalan ritual weton yang
luhur ini tentu akan membawa dampak baik bagi
para pengamalnya. Antara lain :
*Manfaat Ritual Weton :
*Sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME dan
rasa terimakasih kepada kedua orang tua.
**Meningkatkan iman kepada Tuhan, dan
berbakti kepada orang tua.
***Sebagai salah satu momen untuk berintropeksi
diri, ingat kembali kepada kodrat dan tugas
sebagai manusia di muka bumi.
****Kembali mengenal setiap unsur yang menyertai
diri manusia hidup dimuka bumi ini, yaitu para
Sedulur Sejati. Ada pula yang mengartikan
Sedulur Papat Kalimo Pancer.
InsyaAllah, dari pengalaman telah terbukti
dapat membawa dampak baik bagi kerejekian
para pengamalnya. Akan membuka pintu
rejeki yang luas dari segala penjuru mata
angin.
*****Diberikan keselamatan dari segala macam
bahaya yang nyata maupun magis (sihir).
Dan berbagai manfaat positif lainnya sesuai
dengan penghayatan yang bisa dicapai oleh
para pengamalnya.
Semua bisa terjadi bila semata-mata ada
rahmat dari Tuhan Yang Maha Welas Asih.
Demikian tentang kajian Puasa weton. Semoga
bermanfaat untuk pembaca semua. Salam
Ilmu Sejati,Rahayu...Rahayu...Rahayu...Nuwun.

TATA CARA SEMEDI/MEDITASI

Semedi ( Meditasi )
Banyak istilah yang bisa dipakai untuk
menggambarkan perilaku khas ini. Semedi kata orang
Jawa. Meditasi. Maladihening. Neng, ning, nung.
Kotemplasi. Tafakur. Dan…..mungkin masih ada banyak
istilah yang maksudnya sepadan.
Bermacam cara orang melakukan meditasi. Berbagai
tujuan pula yang hendak diraih. Untuk kali ini kita
akan berbincang dengan memfokuskan pada tiga hal
yaitu pencarian kesejatian diri, alam gaib dan
‘penemuan’ dengan “Sang Maha Ada”.
Saya kutip dulu dari ajaran Wirid / Semedi
MALADIHENING yang diajarkan Eyang Guru saya,demikian
tatacaranya :
1. Posisi badan telentang menghadap ke atas, seperti
mau tidur. Jangan ada anggota badan yang posisinya
kurang nyaman. Seluruh anggota badan “jatuh”
menempel di pembaringan tanpa ada penahanan
sedikitpun. Seluruh otot dan syaraf harus rileks atau
loss. Bisa juga dipakai posisi duduk bersila.
2. Tangan sedekap atau ’sendakep’ dengan posisi
lengan atas tetap menempel di lantai/tempat
berbaring sementara lengan bawah diletakkan di atas
dada. Jari-jari tangan saling mengunci ( jari diadu
dengan jari merapat ). Atau bisa juga agar lebih rileks,
tangan diluruskan ke bawah (arah kaki), kedua
telapak tangan menempel di paha kiri kanan sebelah
luar.
3. Mata terpejam seakan anda sedang bersiap
menidurkan diri. Bola mata tidak boleh bergerak-gerak,
tahan dalam posisi pejam dan bola mata diam tidak
bergerak, disebut meleng, meneng. Ketika
memejamkan mata ini bola mata diarahkan ke arah
puncak hidung ( mandeng puncaking grono )
4. Kaki lurus dan rileks, telapak kaki kanan
ditumpangkan di atas telapak kaki kiri disebut
sedakep suku tunggal.
Mengumpulkan atau Mengatur Pernafasan.
Tarik pelan nafas melalui hidung sampai di perut, lebih
tepatnya lagi sampai di puser. Tahan. Bawa naik ke
atas terus sampai ubun-ubun. Tahan. Baru bawa ke
bawah samapi mulut dan lepaskan. Lakukan berulang-
ulang. Bawa atau tarik naik turunnya nafas dengan
‘rasa kesadaran’. Ketika ini lidah hendaknya ditekuk ke
atas, ke ‘cethak’. Lakukan beberapa kali ulangan.
Ketika ini harus dibarengi ingat kepada Allah. Cara
praktisnya yaitu ketika menarik nafas hati menyebut
“HU” dan ketika melepas nafas hati menyebut
“ALLAH”.
Lafal HU merujuk pada ADA-Nya, atau Dzat-Nya atau
Pribadi-Nya. Sedangkan lafal ALLAH merujuk pada
Nama-Nya atau panggilan-Nya.
Kemudian pikiran dikosongkan, tidak memikirkan apa-
apa. Obyek pikir atau lebih tepatnya ‘kesadaran rasa
kita’, kita fokuskan ke arah puncak hidung ( yaitu
diantara dua mata kita ). Maka akan nampak cahaya
berpendar. Semakin terang. Kita ikuti denga kesadaran
rasa kita. seakan ada lorong yang panjang bercahaya
keperakan. Kita ikuti saja. Nah…plong…kita atau lebih
tepatnya kesadaran diri kita yang sejati sudah bebas
dari tubuh kita. Sensasi ini yang oleh kebanyakan
orang disebut ‘meraga sukma’ atau ngrogo sukmo.
Nah sampai pada batas ini menjadi sangat krusial.
Karena apa ? Karena apapun yang kita niatkan akan
’sampai’. Artinya obyek kesadaran menjadi sangat
penting. Jika kesadaran Anda kepada alam gaibnya jin
maka otomatis ’sinyal gelombang energi’ Anda akan
bersambung dengan alam jin. Jika obyek kesadaran
Anda adalah para ruh nenek-moyang atau leluhur
maka Anda akan berjumpa dengan leluhur Anda.
Ada satu hal yang sangat penting di sini. Apakah kita
hanya akan ‘mengurusi’ soal benda dan makhluk
saja ? Apakah kesadaran kita akan hanya kita tujukan
untuk mencari ‘ada’ yang bisa rusak dan tidak hakiki
( makhluk ) saja ? Tidakkah kita ingin ‘menjumpai’ Dia
Sang Maha Ada yang tidak akan rusak binasa ( Al-
Kholiq ) ? Dia yang telah menciptakan kita dan juga
alam ini. Dia Yang Maha Ada yang menjadi ‘tempat’
kita berpulang atau kembali nanti.
Mari bertafakur yang sejati. Menemukan-Nya di diri
kita dan juga di diri-diri yang lain. Di diri alam semesta.
Sejatinya dimanapun ‘ada’ itu ada maka disitulah Sang
Maha Ada itu ada. Dia meliputi segala sesuatu. Justru
jika kesadaran kita terhenti pada diri kita saja maka
yang kita temui adalah hanya diri kita. Jika kesadaran
kita ada pada alam jin maka yang kita temui adalah
jin. Jika kesadaran kita ada pada-Nya, bahkan
harusnya itu ’sadar penuh’ maka kita akan ketemu
dengan Dia, Sang Sangkan Paraning Dumadi. Tentu
bertemu dengan-Nya secara tan kinoyo ngopo, laisa
kamitslihi syai’un, tidak bisa digambarkan dengan apa
dan bagaimana.
Salah satu bentuk semedi yang paling dasar dan alami
adalah tidur. Ketika kita tidur maka hakekatnya sama
dengan mati. Ketika tidur inilah diri kita kembali
berada dalam ‘genggaman’-Nya. Nah bayangkan
sendiri jika kita bisa tidur secara ‘advance’. Yaitu badan
kita tidur terlelap namun kesadaran kita bisa tetap
’sadar’ mengikuti kesadaran ‘ruh’ kita yang merupakan
‘min Ruhi’.
Ada lagi semedi dalam bentuk yang sudah ‘advance’
yaitu sholat. Namun sholat dalam pengertian yang
sebenar-benarnya yaitu bukan hanya manembahing
rogo, tetapi juga manembahing rahsa ( sir ) dan
sukma ( ruh ).
Salam Ilmu Sejati,Puji Suci marang Gusti kawulo tansah ngabekti.

1 komentar:

  1. Coin Casino - Get Free Coins from the Best New Casinos!
    Coin Casino. We offer a variety of casino games. From slots to video poker and video poker to the live dealer table games, our online casino brings you

    BalasHapus