Setiap kita adalah anak yang dilahirkan melalui
rahim seorang ibu. Ibu merupakan orang tua (selain ayah) yang
telah melahirkan dan mendidik kita sehingga menjadi besar dan berpendidikan
serta meraih gelar maupun jabatan. Tentulah di setiap benak orang tua
menginginkan anak-anaknya cerdas, berwawasan luas dan bertingkah laku baik,
berkata sopan dan kelak suatu hari anak-anak mereka bernasib lebih baik dari
mereka, baik dari aspek kedewasaan pikiran, kondisi ekonomi, agama maupun
status sosial.
Tidak peduli seberapa besar tenaga yang
dihabiskan, tidak pula khawatir seberapa banyak uang yang harus dikeluarkan demi
mengantarkan anak-anak mereka ke pintu gerbang kesuksesan sesuai dengan
profesinya. Hanya satu harapan terpenting dari mereka adalah melihat anaknya
dapat hidup bahagia. Sejatinya, mereka tidak mengharapkan imbalan sedikitpun
dari anak-anaknya. Tetapi apa yang mereka dapatkan? tidak sedikit dari anak
memperlakukan orang tua dengan balasan perlakuan yang tidak menyenangkan hati
mereka. Ada ungkapan yang mengatakan kasih ibu sepanjang masa, kasih anak
sepanjang jalan. Tentulah ungkapan ini tidak berlebihan karena begitulah
kebanyakan pada kenyataannya. Mereka rela banting tulang, kerja keras, peras
keringat demi anak-anaknya dan tidak ingin melihat anaknya bersedih.
Di dalam
buku “surga di depan mata”, sebuah kisah
nyata berasal dari kota kecil di Taiwan, diceritakan bahwa ada seorang pemuda
cerdas, rajin dan cukup menyenangkan. Beberapa tahun baru lulus kuliyah dan
bekerja di perusahaan swasta dengan gaji yang lumayan besar. Pemuda ini tipe
yang humoris dan gaya hidup sederhana sehingga menyebabkan banyak orang yang
senang bergaul dengannya.
Di
rumahnya tinggal seorang wanita tua, sebagian kepalanya botak dan kulit kepala
terlihat seperti luka bernanah yang baru kering. Rambutnya tinggal sedikit di
bagian kiri dan belakang. Mukanya cacat seperti luka bakar. Wanita tua itu
seperti monster menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan keluar dari kamar
kalau tidak ada keperluan penting. Wanita itu adalah ibu kandung dari pemuda
tersebut.
Meskipun
demikian, wanita tua tersebut tetap melakukan aktivitas sehari-hari sebagai ibu
rumah tangga. Mulai dari membereskan rumah, pekerjaan dapur, dan lain-lain.
wanita tua itu juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada pemuda itu.
Namun pada kenyataannya pemuda itu sulit untuk menerima keadaan ibunya yang
memiliki cacat dan menyeramkan. Setiap kali ada teman yang bertanya “siapa
wanita cacat” di rumahnya, ia selalu menjawab, “wanita itu adalah pembantu yang
dulu ikut ibuku dulu sebelum meninggal. Ia tidak punya saudara, jadi saya
tampung, kesian”.
Tentulah
ucapan sang pemuda ini membuat wanita tua tersebut menjadi sedih, tetapi ia
hanya bisa diam dan menelan pil pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar
kamarnya, takut anaknya tidak bisa menjelaskan
pertanyaan dari teman-temannya tentang dirinya. Hingga suatu hari wanita
tua itu jatuh sakit parah hingga tidak dapat lagi bangun dari tempat tidurnya.
Pemuda itupun mulai kerepotan mengurusi rumah dan menggantikan pekerjaan yang
biasanya dilakukan oleh ibunya. Ditambah ia harus menyiapkan obat-obatan buat
sang ibu sebelum dan sesudah pulang kerja.
Keadaan
ini membuat sang pemuda semakin jengkel dan suka marah-marah. Suatu hari, ia
mengacak-acak lemari ibunya, ia melihat kotak kecil. Di kotak itu hanya
terdapat foto dan lembaran koran yang sudah usang. Tidak seperti dugaan
sebelumnya berisi perhiasan. Dalam foto itu tampak seorang wanita cantik dan
potongan koran itu memberitakan:
Seorang
wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah
kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan
sprei kasur basah menerobosi api yang sudah mengepung rumah. Sang wanita “ibu
muda” menderita luka bakar sedangkan anak dalam dekapannya tidak terluka
sedikitpun.
Walau
potongan koran dan foto itu sudah usang, tapi ia cukup dewasa untuk mengenali
siapa ibu muda cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud
dalam potongan Koran tersebut. Tiada lain wanita itu adalah ibunya kandungnya.
Wanita yang sekarang terbaring tak berdaya, sering dimarahi serta tidak diakui
keberadaanya sebagai ibu karena keadaan yang membuatnya malu. Padahal cacat
yang diderita ibunya disebabkan oleh dirinya ketika masih kecil. Spontan air
matanya mengalir tanpa dapat dibendung. Dengan menggengam foto dan potongan
koran itu, dia berlari menghampiri ibunya yang sedang terbaring di ranjang.
Dengan menahan air mata ia meminta maaf
dan memohon ampun atas semua yang dilakukannya selama ini. Sang ibu pun ikut
menangis karena terharu melihat ketulusan anaknya. Sudah nak… ibu sudah
maafkan. Jangan diungkit lagi.
Cerita
di atas hanyalah salah satu dari bentuk pengorbanan seorang ibu dan masih
banyak lagi pengorbanaan dan kasih sayangnya yang mungkin belum kita ketahui,
dengan jelas bahwa kasih ibu takkan bisa terganti dan terbalaskan. Sebesar apa
pun kesalahan anak, seorang ibu akan dengan tulus memaafkan dan tidak menyimpan
dendam terhadap anaknya. Ibu merupakan sosok pahlawan bagi anaknya, ia rela
mengorbankan waktu, harta bahkan nyawa sekalipun. Maka sudah sewajarnya lah
kita berbakti kepada orang tua. Hal ini pun sebagaimana juga yang diperintahkan
Allah dalam firman-Nya: dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah
yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.(luqman:14).
Kita diperintahkan bersyukur kepada Allah,
perintah tersebut diikuti juga dengan perintah agar bersyukur kepada ibu dan
bapak. Betapa mulianya kedudukan orang tua, sehingga Allah memerintahkan
manusia bersyukur kepada ibu dan bapak setelah bersyukur kepada-Nya. Quraish
Shihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini menekankan kepada jasa ibu. Hal ini disebabkan karena ibu
memiliki potensi untuk tidak dihiraukan anaknya karena kelemahan ibu. Di sisi
lain peranan bapak dalam konteks kelahiran anak lebih ringan dibandingkan
seorang ibu.
Betapa besar jasa
seorang ibu mulai dari kita dalam kandungan, dilahirkan bahkan sampai saat kita
dewasa tidak pernah henti-hentinya seorang ibu memberikan kasih sayang serta
pengorbanan yang tidak dapat dinilai dengan materi. Maka pantaslah Islam
mengagungkan kedudukan seorang ibu, bahkan disebutkan bahwa surga berada di
telapak kaki ibu. Dialah pahlawan bagi anak-anaknya, yaitu pahlawan tanpa
pamrih dan penuh keikhlasan. Mudah-mudahan kita bisa menjadi anak yang berbakti
dan bisa membalas jasa kedua orang tua kita. Amin Ya Rabbal ‘Alamin…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar